BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejarah yang dimiliki bangsa
Indonesia sangatlah dinamis. Setelah
bangkitnya bangsa Indonesia pada abad ke-20 dengan mulai bermunculannya
masyarakat yang berjuang menentang kolonialisme Belanda dan menuntut kemerdekaan
bangsa. Sebab, memang pada awal abad ke-20 itulah kekuatan-kekuatan dan
belenggu-belenggu kolonial mulai terlepas. Jadi, dari sejarah tersebut dapat disimpulkan bahwa
nasionalisme yang dimaksud mengandung gagasan
kecintaan terhadap tanah air serta bela negara untuk membebaskan diri dari
kolonialisme. Nasionalisme yang seperti ini jelas tidak bertentangan dengan
Islam. Nasionalisme yang bertentangan dengan Islam adalah sifat fanatisme dan
kecintaan berlebihan terhadap suku atau bangsa sehingga menimbulkan madlarrat
(bahaya) bagi pihak lain diluarnya. Dan tidak dapat dipungkiri lagi,Islam
memiliki peranan yang sangat penting dan signifikan untuk kebangkitan negara
Indonesia, bukan saja merupakan mata rantai yang mengikat tali persatuan dan
kesatuan, melainkan ia merupakan simbol kesamaan nasib untuk menentang penjajah
asing dan penindas yang berasal dari agama lain.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian
Nasionalisme?
2.
Bagaimana Dalil
Nasionalisme dalam Al-qur’an dan Sunnah?
3.
Bagaimana
tentang Islam dan Nasionalisme?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
Pengertian Nasionalisme.
2.
Mengetahui
Bagaimana Dalil Nasionalisme dalam Al-qur’an dan Sunnah.
3.
Mengetahui
Bagaimana tentang Islam dan Nasionalisme.
BAB II
ISI
A.
Pengertian Nasionalisme
Nasionalisme adalah suatu sikap
politik dari masyarakat suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, dan
wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan, dengan itu masyarakat akan
merasakan adanya kesetiaan yang mendalam terhadap bangsa itu sendiri.
Nasionalisme juga dapat diartikan sebagai perpaduan dari rasa kebangsaan dan
paham kebangsaan. Dengan semangat kebangsaan yang tinggi, kekhawatiran akan
terjadinya ancaman terhadap keutuhan bangsa akan terhindarkan.[1]
Nasionalisme
dengan pengertian paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dan
kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual
bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan identitas, integritas,
kemakmuran, dan kekuatan bangsa.[2]
B.
Dalil Nasionalisme dalam Al-qur’an dan Sunnah
Cinta tanah air memiliki hubungan
langsung dengan agama dan iman, karena cinta tanah air , sebab cinta tanah air
adalah hal alami bagi manusia. Manusia akan mencintai tempat dimana ia
dilahirkan dan tumbuh didalamnya hingga ia menua dan menghabiskan hidupnya.
Agama juga sangat menganjurkan manusia untuk mencintai negaranya. Seperti dalam
dalil yang menunjukkan betapa cintanya Rosululloh SAW kepada negaranya, bahwa
Rosululloh SAW bersabda, “Betapa indahnya engkau wahai Mekkah. Betapa cintanya
aku padamu. Jika bukan karena aku dikeluarkan kaumku darimu, aku tidak akan
meninggalkanmu selamanya, dan aku tidak akan meninggali negara selainmu.”
Allah
SWT juga berfirman dalam al-Qur’an surah Al-Hasyr ayat 9 yang berbunyi
وَالَّذِينَ
تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ
إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ
عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ
فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Yang artinya
: “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar)
sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) ‘mencintai’ orang yang
berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh
keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka
(Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka
sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari
kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung. (Al-Hasyr 9)
Didalam tafsir al-Tahrir wa
al-Tanwir oleh Syaikh Ibnu Asyur tentang disyariatkanya kaum muslimin untuk
berdoa atas tanah airnya,
وَإِذْ قَالَ
إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ
الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ قَالَ وَمَنْ
كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَىٰ عَذَابِ النَّارِ ۖ
وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
“Dan ingatlah ketika Ibrahim
berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan
berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara
mereka kepada Allah dan hari kemudian.” Ibnu Asyur juga mengatakan bahwa doa
ini juga diucapkan oleh seluruh nabi atas negaranya masing-masing.
Dari Anas, bahwasanya Nabi SAW, jika
pulang dari bepergianbeliau melihat ke arah tembok-tembok gedung di Madinah
lalu mempercepat jalannya. Jika beliau berada diatas kendaraan (seperti kuda
atau unta), beliau akan mengguncang-guncangkan tali kekang kendaraannya (agar
cepat sampai) karena kecintaannya kepada Madinah. (HR. Bukhari)
C.
Islam dan Nasionalisme
Sikap nasionalisme memang
penting, jauh dari itu wajib bagi umat
Islam mengikuti petunjuk al-Qur’an
adalah mutlak. Al-Bana dalam Risalah al-Mu’tamar al-khamisnya, misalnya
mengatakan , “Relasi antara islam dan Nasionalisme tidak selalu bersifat
tadhadud dan kontradiktif. Menjadi muslim yang baik tidak selalu berarti
antinasionalisme. Ketua PCNU Kabupaten Tasikmalaya KH. Atam Rustam mengatakan
bahwa Islam dan Nasionalisme merupakan bagian erat yang tidak bisa dipisahkan
satu sama lainnya. Antara islam dan nasionalisme itu saling mengisi dan
melengkapi. Islam sebagai agama memiliki peran dalam mewujudkan masyarakat
beradab dan bermartabat. Sedangkan nasionalisme merupakan bagian penting
sebagai buah atas kecintaan pada tanah air Indonesia.
Dulu ketika Rosululloh SAW terusir
dari kota kelahirannya Makkah, beliau tinggal di kota yang diberkahi, Madinah
al Munawwaroh. Kecintaan Rosululloh SAW terhadap kota kelahirannya sangat jelas
tergambar sebagaimana yang beliau sabdakan, “Alangkah indah dan besarnya
cintaku wahai kota Makkah. Jika tidak karena aku diusir oleh kaumku daripadamu
pasti aku tak akan pilih menetap selainmu(Makkah)?”
Dari
hadits-hadits ini telah jelas bahwa rasa nasionalis adalah bagian dari ajaran
Islam. Yang menjadi persoalan adalah tentang nasionalisme yang diharamkan dalam
Islam adalah nasionalisme yang telah berubah rasa, warna, dan dzatnya. Jika
nasionalisme yang sebenarnya tujuan utamanya untuk merekatkan ukhuwah islamiyah
tetapi berubah dipakai untuk merusak ukhuwah itu sendiri, maka nasionalisme
hukumnya menjadi haram. Karena nasionalisme telah berubah dari kedudukannya
sebagai perekat umat menjadi senjata yang merusak persatuan umat Islam.
Islam dan nasionalisme tidaklah
bertentangan. Nilai-nilai nasionalisme ada dalam Islam, ia merupakan bagian
kecil dari keseluruhan nilai Islam. Nasionalisme Islam berbasis pada iman,
bukan hanya geografis dan etnis. Karenanya nasionalisme Islam bermakna luas,
tidak sempit. Islam mendukung nasionalisme bila ia tidak berdampak pada
kemaslahatan umat. Sedangkan unsur negatif dari nasionalisme ditolak oleh
Islam,
Islam dan Nasionalisme dalam
perjalanan sejarah Indonesia mempunyai pengaruh besar membentuk visi kebangsaan
dan kebudayaan bangsa kita. Dan realitas sejarah menyatakan, bahwa NU menjadi
salah satu corong yang ikut mengarahkan itu semua, untuk menjaga perdamaian dan
persatuan bangsa. Demikian halnya para tokoh pergerakan dari kalangan muslim,
meskipun mereka kelihatan berbeda-beda penekanan dan perspektifnya tentang
nasionalisme Indonesia, tak diragukan lagi kecintaan dan komitmen mereka pada
perjuangan terwujudnya negara bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat,
Fakta-fakta tersebut cukup menjelaskan bahwa Islam tidak merintangi nasionalisme,
justru dari rahim Islamlah, nasionalisme Inndonesia dapat tumbuh subur.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan
adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang mempunyai kesamaan
kebudayaan,dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan, dengan itu
masyarakat suatu bangsa akan merasakan adanya kesetian yang mendalam kepada
bangsa itu sendiri. Nasionalisme diperlukan bagi seluruh masyarakat Indonesia
termasuk umat Islam, akan tetapi jika ada hal yang kontradiktif antara sikap
nasionalisme atau toleransi dengan ajaran Islam itu sendiri maka agama harus
didahulukan dengan tidak mengartikan anti-nasionalisme.
Komentar
Posting Komentar