ISLAM, PENUMBUH SUBUR NASIONALISME
Oleh: Shofia Munawaroh*
Sejarah yang dimiliki bangsa
Indonesia sangatlah dinamis. Setelah
bangkitnya bangsa Indonesia pada abad ke-20 dengan mulai bermunculannya
masyarakat yang berjuang menentang kolonialisme Belanda dan menuntut
kemerdekaan bangsa. Sebab, memang pada awal abad ke-20 itulah kekuatan-kekuatan
dan belenggu-belenggu kolonial mulai terlepas. Jadi, dari sejarah tersebut dapat disimpulkan bahwa
nasionalisme yang dimaksud mengandung gagasan
kecintaan terhadap tanah air serta bela negara untuk membebaskan diri dari
kolonialisme. Nasionalisme yang seperti ini jelas tidak bertentangan dengan
Islam. Nasionalisme yang bertentangan dengan Islam adalah sifat fanatisme dan
kecintaan berlebihan terhadap suku atau bangsa sehingga menimbulkan madlarrat
(bahaya) bagi pihak lain diluarnya. Dan tidak dapat dipungkiri lagi,Islam
memiliki peranan yang sangat penting dan signifikan untuk kebangkitan negara
Indonesia, bukan saja merupakan mata rantai yang mengikat tali persatuan dan
kesatuan, melainkan ia merupakan simbol kesamaan nasib untuk menentang penjajah
asing dan penindas yang berasal dari agama lain.
Nasionalisme
adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang mempunyai kesamaan
kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan, dengan itu
masyarakat akan merasakan adanya kesetiaan yang mendalam terhadap bangsa itu
sendiri. Nasionalisme juga dapat diartikan sebagai perpaduan dari rasa
kebangsaan dan paham kebangsaan. Dengan semangat kebangsaan yang tinggi,
kekhawatiran akan terjadinya ancaman terhadap keutuhan bangsa akan
terhindarkan.
Nasionalisme
dengan pengertian paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dan
kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual
bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan identitas, integritas,
kemakmuran, dan kekuatan bangsa.
Cinta tanah air memiliki hubungan
langsung dengan agama dan iman, karena cinta tanah air , sebab cinta tanah air
adalah hal alami bagi manusia. Manusia akan mencintai tempat dimana ia
dilahirkan dan tumbuh didalamnya hingga ia menua dan menghabiskan hidupnya.
Agama juga sangat menganjurkan manusia untuk mencintai negaranya. Dari Anas,
bahwasanya Nabi SAW, jika pulang dari bepergian beliau melihat ke arah
tembok-tembok gedung di Madinah lalu mempercepat jalannya. Jika beliau berada
diatas kendaraan (seperti kuda atau unta), beliau akan mengguncang-guncangkan
tali kekang kendaraannya (agar cepat sampai) karena kecintaannya kepada
Madinah. (HR. Bukhari)
Sikap nasionalisme memang
penting, jauh dari itu wajib bagi umat
Islam mengikuti petunjuk al-Qur’an
adalah mutlak. Al-Bana dalam Risalah al-Mu’tamar al-khamisnya, misalnya
mengatakan , “Relasi antara islam dan Nasionalisme tidak selalu bersifat tadhadud
dan kontradiktif. Menjadi muslim yang baik tidak selalu berarti
antinasionalisme. Ketua PCNU Kabupaten Tasikmalaya KH. Atam Rustam mengatakan
bahwa Islam dan Nasionalisme merupakan bagian erat yang tidak bisa dipisahkan
satu sama lainnya. Antara islam dan nasionalisme itu saling mengisi dan
melengkapi. Islam sebagai agama memiliki peran dalam mewujudkan masyarakat
beradab dan bermartabat. Sedangkan nasionalisme merupakan bagian penting
sebagai buah atas kecintaan pada tanah air Indonesia.
Dulu ketika Rosululloh SAW terusir
dari kota kelahirannya Makkah, beliau tinggal di kota yang diberkahi, Madinah
al Munawwaroh. Kecintaan Rosululloh SAW terhadap kota kelahirannya sangat jelas
tergambar sebagaimana yang beliau sabdakan, “Alangkah indah dan besarnya cintaku
wahai kota Makkah. Jika tidak karena aku diusir oleh kaumku daripadamu pasti aku
tak akan pilih menetap selainmu(Makkah)?”
Dari
hadits-hadits ini telah jelas bahwa rasa nasionalis adalah bagian dari ajaran
Islam. Yang menjadi persoalan adalah tentang nasionalisme yang diharamkan dalam
Islam adalah nasionalisme yang telah berubah rasa, warna, dan dzatnya. Jika
nasionalisme yang sebenarnya tujuan utamanya untuk merekatkan ukhuwah islamiyah
tetapi berubah dipakai untuk merusak ukhuwah itu sendiri, maka nasionalisme
hukumnya menjadi haram. Karena nasionalisme telah berubah dari kedudukannya
sebagai perekat umat menjadi senjata yang merusak persatuan umat Islam.
Islam dan nasionalisme tidaklah
bertentangan. Nilai-nilai nasionalisme ada dalam Islam, ia merupakan bagian
kecil dari keseluruhan nilai Islam. Nasionalisme Islam berbasis pada iman,
bukan hanya geografis dan etnis. Karenanya nasionalisme Islam bermakna luas,
tidak sempit. Islam mendukung nasionalisme bila ia tidak berdampak pada
kemaslahatan umat. Sedangkan unsur negatif dari nasionalisme ditolak oleh
Islam,
Islam dan Nasionalisme dalam
perjalanan sejarah Indonesia mempunyai pengaruh besar membentuk visi kebangsaan
dan kebudayaan bangsa kita. Dan realitas sejarah menyatakan, bahwa NU menjadi
salah satu corong yang ikut mengarahkan itu semua, untuk menjaga perdamaian dan
persatuan bangsa. Demikian halnya para tokoh pergerakan dari kalangan muslim,
meskipun mereka kelihatan berbeda-beda penekanan dan perspektifnya tentang
nasionalisme Indonesia, tak diragukan lagi kecintaan dan komitmen mereka pada
perjuangan terwujudnya negara bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat,
Fakta-fakta tersebut cukup menjelaskan bahwa Islam tidak merintangi
nasionalisme, justru dari rahim Islamlah, nasionalisme Indonesia dapat tumbuh
subur.
*Alumni Pondok Pesantren Manba’ul ‘Uluum
Mberasan Muncar Banyuwangi
Komentar
Posting Komentar